Abstrak
Objektif : Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Hukum pidana bagaimanakah perlindungan konsumen khususnya dalam hal terjadi keterlambatan pengiriman barang oleh Pt Rambutan dan Pt Melon
Teknik Analisis: Teknik yang saya gunakan adalah metode analisis isi. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan konteksnya.
Sumber data : Untuk mendapatkan Informasi yang saya analisis, saya mencari informasi dan menggunakanny dari web Ebook dan Internet .
Metode : Metode yang saya gunakan adalah metode studi kepustakaan. Metode
kepustakaan ini dilakukan dengan cara mempelajari referensi-referensi
buku, artikel, dan browsing internet, . Pengumpulan data dengan memanfaatkan
daftar pustaka ini adalah agar dapat lebih mendukung objek suatu
penelitian dengan melakukan perbandingan teori-teori yang sudah ada.
Hasil Analisis : Pt Rambutan hanya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang dialami Shipper akibat kerusakan atau kehilangan dari pengiriman dokumen atau barang oleh Pt Rambutan sepanjang kerugian tersebut terjadi ketika barang atau dokumen masih berada dalam pengawasan dan juga Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen pengiriman barang yang mengalami kerugian dilakukan dengan cara memberikan ganti rugi sesuai dengan klasifikasi kerugiannya berupa kehilangan barang, kerusakan barang dan keterlambatan pengiriman barang
Kesilmpulan Analisis : Perlindungan konsumen untuk masalah keterlambatan barang hanya bisa sebatas perlindungan atas kerugian yang bersifat materiil karena penyebab kerugian tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi yang mana hanya bisa mendapatkan ganti kerugian sesuai yang sudah disepakati pada perjanjian yang menjadi dasar hukumnya.
I. Hukum Pidana dan Pemasok Barang dan Jasa
Sejak awal, hukum pidana digunakan untuk melindungi konsumen dan menahan praktik perdagangan yang tidak jujur dan tidak adil. Pendekatan ini memiliki keuntungan yang jelas. Pemeliharaan standar tinggi dalam bisnis dan perlindungan publik tidak bergantung pada tindakan individu yang terisolasi. Sebaliknya, karena kejahatan dianggap sebagai pelanggaran terhadap komunitas secara keseluruhan, tanggung jawab penegakan hukum dipercayakan kepada pejabat publik yang menuntut para pedagang nakal dengan biaya publik. Pedagang yang mengabaikan aturan berisiko besar dituntut dan dihukum pidana, terutama karena sebagian besar kejahatan terhadap konsumen adalah pelanggaran tanggung jawab yang ketat yang tidak memerlukan bukti kesalahan. Ini adalah insentif yang kuat untuk kepatuhan. Pemasok saat ini tunduk pada kontrol kriminal yang ekstensif atas aktivitas mereka.
II. Kesalahan Barang dan Layanan
Trade Descriptions Act 1968 (TDA 1968) melarang penggunaan deskripsi perdagangan palsu tertentu oleh seseorang yang bertindak dalam suatu perdagangan atau bisnis. Pelanggaran utaama yang dibuat oleh TDA 1968 adalah :
- Menerapkan deskripsi perdagangan palsu untuk barang apapun atau memasok barang dimana deskripsi perdagangan palsu diterapkan
- Secara sengaja atau ceroboh membuat pernyataan palsu dalam hal penyediaan layanan, akomodasi atau fasilitas
Menurut analisis saya , dapat diketahui bahwa ganti rugi berupa penggantian onglos kirim dikarenakan barang terlambat sampai di tujuan sudah dipenuhi sesuai kebijakan masing - masing dari Pt Rambutan maupum Pt Melon.
III. Kewajiban pidana lainnya atas penyediaan barang dan jasa
Rentang kendali kriminal atas pasokan barang dan jasa sangat luas dan tidak terbatas hanya pada ketentuan yang dibahas dalam bab ini. Contoh lainnya termasuk:
1. Undang-Undang Berat dan Ukuran 1985
di mana menjual bobot, ukuran, atau angka pendek merupakan pelanggaran.
2. Pesanan Transaksi Konsumen (Batasan Pernyataan) 1976 (SI 1976/1813)
yang menjadikannya sebagai tindak pidana untuk menampilkan pemberitahuan apa pun yang berisi istilah yang dibatalkan oleh pasal 6 dari Unfair Contract Terms Act 1977 (lihat Bab 9).
3. Undang-undang Kredit Konsumen 1974
yang menjadikannya suatu pelanggaran untuk menjalankan bisnis kredit konsumen tanpa izin (Undang-undang ini adalah pokok bahasan bab berikutnya).
4. Undang-undang Kesalahan Deskripsi Properti 1991
yang menjadikannya sebagai tindak pidana untuk membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan tentang masalah properti dalam menjalankan bisnis agen perumahan atau pengembangan properti.
5. Paket Perjalanan, Paket Liburan dan Peraturan Paket Wisata 1992 (SI 1992/3288)
yang menjadikan suatu pelanggaran bagi penyelenggara atau pengecer paket liburan untuk menyediakan brosur kepada konsumen yang mungkin kecuali brosur tersebut menunjukkan dengan cara dapat dibaca, dipahami dan akurat harga dan termasuk informasi spesifik tentang paket. Juga merupakan pelanggaran menurut peraturan bagi penyelenggara atau pengecer jika tidak memberikan informasi kepada konsumen sebelum kontrak disepakati tentang persyaratan paspor dan visa, formalitas kesehatan, pengaturan untuk keamanan uang yang dibayarkan dan pemulangan jika terjadi kebangkrutan. Juga merupakan pelanggaran jika tidak memberikan informasi tertulis kepada konsumen pada waktu yang tepat sebelum memulai perjalanan dan nama, alamat dan nomor telepon perwakilan penyelenggara yang bantuannya dapat dihubungi oleh konsumen yang mengalami kesulitan.
Menurut analisis saya, jika ditemukan kerusakan barang dari pelaku usaha baik Pt Rambutan maupun Pt Melon berhak pemulihan keadaan semula (in natura) dan larangan untuk mengulangi, apabila hal tersebut tidak ditepati dapat diperkuat dengan uang paksa, tetapi uang paksa bukan merupakan bentuk atau wujud dari ganti rugi
IV. Tanggung Jawab Pidana – Secara Umum
Kejahatan adalah pelanggaran terhadap negara. Konsekuensi dari hukuman pidana tidak terbatas pada hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Misalnya, jika seseorang dihukum karena pencurian, namanya mungkin akan muncul di koran lokal yang menyebabkan rasa malu dan malu, dan dia bahkan mungkin kehilangan pekerjaannya. Sanksi yang diberikan sangat berat sehingga hukum pidana biasanya mensyaratkan adanya unsur kesalahan moral di pihak pelakunya. Dengan demikian, penuntutan harus menetapkan dua persyaratan penting: actus reus (tindakan terlarang) dan mens rea (pikiran bersalah). Untuk kebanyakan tindak pidana, kedua elemen tersebut harus ada untuk menciptakan pertanggungjawaban pidana.
Menurut analisis saya, sesuai sesuai dengan Pasal 4 huruf h Undang -Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai hak konsumen yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuaidengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
Referensi Analisis:
Boris, S. and Bale, V. (2007). Remnant & Kids Bis Raw. 8th ed. [Online]. UNKGDM: Pear Lgmoon. Available from: http://www.mim.ac.mw/books/Remnant%20and%20Kids%20Bis%20Raw,%208th%20edition.pdf [Diakses 20 April 2021]
Aisyah Ayu Musyafah,
Hardanti Widya Khasna,
Bambang Eko Turisno In LAW REFORM: Volume 14, Nomor 2, Tahun 2018. PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM HAL TERJADI KETERLAMBATAN PENGIRIMAN BARANG https://ejournal.undip.ac.id/index.php/lawreform/article /view/20863/14098 (Diakses 20 April 2021)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar